Pengertian pamor tidak terlepas dari proses tosan aji. Mengapa demikian?
Sebagai gambaran coba bayangkan sehelai daun yang tipis. Daun setipis apapun ternyata mampu menerima hempasan angin sekuat apapun. lni dapat terjadi karena daun mempunyai tulang kerangka daun. Agaknya peristiwa ini menjadi inspirasi yang mengilhami para seniman tosan aji menciptakan senjata yang kecil tetapi kuat dan tajam pula.
Untuk keperluan itu sebilah tosan aji dibuat dari bahan pilihan yaitu dari 3 macam bahan. Besi sebagai pengikat bahan yang lain. Baja sebagai penajam bilah dan pamor sebagai tulang bilah tosan aji dan sekaligus sebagai ornamennya.
Tosan aji yang sempurna memang memiliki kekerasan, ketajaman clan juga keindahannya, sehingga dapat dihandalkan di medan perang.
Anda ingin membuktikan ? Tidaklah terlalu sulit. Letakkan sekeping uang logam di atas meja. Tancapkan ujung bilah pada logam itu. Tosan aji yang berkualitas dapat menancap. Keping uang tersebut dapat terangkat melekat pada ujung bilah.
Ketiga bahan tersebut, bila ditempa secara berulang-ulang kali (16 sampai 32 kali) dan dikerjakan dengan cermat dapat menghasilkan bilah yang baik. Pamor yang konon berasal dari batu bintang (pecahan meteor yang jatuh ke bumi).
Bahan ini memang berbeda pada bahan keris sekarang yang terbuat dari nekel. Hal inilah yang sepintas lalu dapat dibedakan mana tosan aji lama clan baru.
Di depan telah disebut-sebut, bahwa keahlian para empu memang tidak sama. Maka dalam menciptakan bentuk pamor pun juga tidak sama. Berdasarkan teknik pembuatannya, ada yang disebut pamor mlumah/horisontal dan ada pamor miring/vertikal.
Ornamen pada bilah yang tampak besar-besar adalah termasuk jenis pamor mlumah. Sedang yang berbentuk garis-garis adalah pamor miring.
Selanjutnya untuk menyebutkan nama pamor didasarkan dari bentuknya. Seperti bentuk apakah pamor itu. Penamaan itu sendiri terkadang sifatnya subyektif atau kedaerahan. Terkadang untuk bentuk pamor tertentu setiap daerah memberikan nama berbeda.
Mengapa
Sebagian orang mengatakan enggan menyimpan/memiliki suatu tosan aji karena ada dua alasan. Pertama takut kalau-kalau tidak ada kecocokan. Kedua tidak dapat merawatnya.
Kedua alasan tersebut dapat dimaklumi, dikarenakan mendapatkan informasi tentang tosan aji dari cerita atau dongeng. Misalnya cerita tentang keampuhan keris buatan Empu Gandring, Tombak Kyai Plered dan sebagainya.
Dengan sendirinya kurang memperhatikan arti tosan aji yang memiliki nilai seni dan juga nilai sejarah.
Sebagai benda seni, nilainya terletak pada keindahan, keharmonisan setiap bagian-bagiannya serta bagaimana pamornya.
Bernilai sejarah, memang benda-benda itu dibuat pada jaman lampau. Sehingga sebagai benda peninggalan bersejarah yang membuktikan bahwa dahulu nenek moyang kita memiliki budaya yang berbeda dengan bangsa lain.
Selanjutnya, di masa damai tosan aji menjadi barang antik. Kecuali yang berupa keris, masih selalu dipergunakan sebagai pelengkap pakaian adat. Dengan demikian dapat menjadi faktor pendukung kelestarian seni berbusana adat tersebut. Maka berarti jati diri sebagai bangsa Indonesia yang memiliki aneka ragam budaya daerah masih terpelihara.
Jika tidak oleh kita, lalu siapa lagi yang mau melestarikannya ? Akankah anak-cucu kita mendengar dan belajar sejarah budaya bangsa sendiri dari bangsa lain ?
Uraian tersebut sekedar himbauan penulis agar kita berpartisipasi mewujudkan ketahanan nasional di bidang seni budaya.
Selanjutnya, dari berbagai sumber diperoleh beberapa gambaran tentang kepemilikan tosan aji. Meskipun cukup unik tetapi banyak juga yang meyakininya.
Demikianlah tulisan Pamor keris yang paling dicari, yang bisa saya terangkan kepada saudaraku, semoga bermanfaat. Salam Rahayu.